ETIKA
Etika merupakan ilmu
yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia
mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan
apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu apakah
didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek.
Etika merupakan
penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau
masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk
diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral
adalah mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk
dianut.
Etika merupakan studi
standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar
atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba
mencapai kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah, dan moral yang
baik dan jahat.
ETIKA
BISNIS
Etika bisnis merupakan
studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan
bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan
masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan
diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
GLOBALISASI
Globalisasi adalah
proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system ekonomi serta sosial
negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barangbarang,
jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan saling
berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa
komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya
pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan system transportasi seperti
internet dan pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO),
bank dunia, IMF, dan lain sebagainya.
Etika
Bisnis di Era Globalisasi
Bisnis merupakan sebuah kegiatan
yang telah mengglobal. Setiap sisi kehidupan diwarnai oleh bisnis. Dalam
lingkup yang besar, Negara pastinya terlibat dalam proses bisnis yang terjadi.
Tiap-tiap Negara memiliki sebuah karakteristik sumber daya sendiri sehingga
tidak mungkin semua Negara merasa tercukupi oleh semua sumber daya yang mereka
miliki. Mulai dari ekspedisi Negara Eropa mencari rempah-rempah di Asia sampai
perdagangan minyak Internasional merupakan bukti bahwa dari dulu sampai
sekarang sebuah Negara tidak dapat bertahan hidup tanpa keberadaan bisnis
dengan Negara lainnya. Dewasa ini, pengaruh globalisasi juga menjadi faktor
pendorong terciptanya perdagangan internasional yang lebih luas. Kemajemukan
ekonomi dan sistem perdagangan berkembang menjadi sebuah kesatuan sistem yang
saling membutuhkan. Ekspor-Impor multinasional menjadi sesuatu yang biasa.
Komoditi nasional dapat diekspor menjadi pendapatan Negara, serta produk-produk
asing dapat diimpor demi memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.
Setiap Negara terus mengeksplorasi
bisnis ke luar negeri selain untuk mendapatkan yang mereka inginkan, juga
menaikkan tingkat ekonomi yang ada. Tidak dapat dipungkiri bahwa Bisnis
multinasional merupakan kesempatan untuk meraih pundi-pundi uang demi
meningkatkan tingkatan ekonomi, terutama Negara berkembang yang rata-rata
memiliki nilai tukar mata uang yang rendah. Developing country mendapat
keuntungan dengan kemudahan untuk mengekspor barang domestiknya ke luar dan
kemudahan untuk mendapatkan investor asing sebagai penanam dana bagi
usaha-usaha dalam negeri. Sedangkan developed country lebih mudah dalam
mendapatkan barang/jasa yang mereka inginkan.
Ada kesempatan yang terbuka lebar
maka pasti ada persaingan untuk mendapatkannya. Berikut ini ada dua macam
keuntungan yang dapat digunakan sebagai modal untuk meraih keberhasilan:
1. Keuntungan absolut, disaat sebuah Negara dapat memproduksi sesuatu produk yang
lebih murah dan/atau kualitas yang lebih tinggi dari Negara lain. Contohnya
Indonesia memiliki keunggulan karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah
seperti minyak. Sehingga Indonesia dapat menjual minyak lebih murah.
2. Keuntungan komparatif, disaat sebuah Negara memproduksi barang dengan lebih
efisien atau lebih baik daripada Negara lain yang memproduksi barang yang sama.
Contohnya produsen mobil sport Ferrari dalam penggunaan teknologi
terpadu pada pembuatan mobil balap.
Tidak semua kesempatan bisnis global
dapat langsung digunakan. Terdapat beberapa halangan yang dapat menghadang
perdagangan internasional seperti perbedaan sosial dan budaya, perbedaan
ekonomi dan perebedaan hukum dan politik. Perusahaan harus mampu menyikapi barrier
tersebut
Selain social budaya, ekonomi dan
hukum-politik, yang perlu diperhatikan oleh perusahaan adalah Etika Bisnis.
Etika bisnis adalah perilaku baik atau buruk berdasarkan kepercayaan
perseorangan dan norma sosial dengan membedakan antara yang baik dan yang
buruk. Kode Etik yang ada bersumber dari pandangan anak-anak ke perilaku orang
dewasa, pengalaman, perkembangan nilai serta moral, dan pengaruh kawan.
Tujuan diciptakanya kode etik
adalah:
1. Meningkatkan kepercayaan publik pada bisnis.
2. Berkurangnya potensial regulasi pemerintah yang dikeluarkan sebagai aktivitas
kontrol.
3. Menyediakan pegangan untuk dapat diterima sebagai pedoman.
4. Menyediakan tanggungjawab atas prilaku yang tak ber-etika.
Tanggung jawab sosial juga merupakan
juga hal yang penting. Tanggung jawab sosial adalah sebuah konsep dimana sebuah
perusahaan terhubung dengan sosial dan lingkungan sekitar dalam hal proses
bisnis dan interaksi perusahaan dengan stakeholdernya. Tanggung jawab sosial
dunia bisnis tidak saja berorientasi pada komitmen sosial yang menekankan pada
pendekatan kemanusiaan, belas kasihan, keterpanggilan religi atau keterpangilan
moral, dan semacamnya, tetapi menjadi kewajiban yang sepantasnya dilaksanakan
oleh para pelaku bisnis dalam ikut serta mengatasi permasalahan sosial yang
menimpa masyarakat.
Pelanggaran
Perusahaan dalam etika bisnis
Pemerintah Biarkan Kasus Pelanggaran
Lingkungan
Pemerintah
melakukan pembiaran dan sengaja melakukan pelanggaran HAM terkait kasus-kasus
pertambangan. Pemberlakuan UU 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan menjadi bukti pelanggaran yang dilakukan pemerintah.
Hal
itu dikatakan Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Siti Maimunah dalam diskusi
peluncuran buku "Tambang dan Pelanggaran HAM" di Jakarta, Senin
(27/10). Menurut dia, pelanggaran yang dilakukan perusahaan tambang bahkan
sudah terjadi sejak proses perizinan.
Ratusan
izin pertambangan dilakukan sepihak oleh perusahaan dan pemerintah setempat
tanpa melibatkan warga. Hasilnya selalu berujung pengusiran penduduk dan
perusakan permukiman. "Kalau tidak sengaja, kenapa UU Ketentuan Pokok
Pertambangan dibiarkan selama 40 tahun, dan sekarang masih dipakai? Tidak ada
renegosiasi kontrak," kata Maemunah.
Menurut
catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), setidaknya 190 izin pertambangan
baru di Provinsi Papua tidak terkontrol. Selain itu, 150 izin usaha
pertambangan tanpa pendekatan penanggulangan bencana juga dikeluarkan di
Provinsi Sulawesi Tengah dan 500 lainnya di Kalimantan Timur.
Perjanjian
tersebut, menurut Maimunah, selalu mengedepankan motif ekonomi dan politik,
tanpa memperhitungkan dampaknya bagi masyarakat. Misalnya, eksploitasi batubara
di Kalimantan Selatan lebih banyak digunakan untuk kebutuhan ekspor.
Hanya
1,06% batubara dari hasil pertambangan di Kalimantan Selatan digunakan untuk
kepentingan masyarakat lokal. Padahal, akibat eksploitasi tersebut masyarakat
harus menanggung dampak kerusakan ekologi dan ekonomi. "Pelanggaran HAM
selalu dilakukan di dalam negeri, tapi hasilnya selalu untuk kebutuhan luar
negeri," ujar Siti Maimunah.
Hal
senada diungkapkan M Ridha Saleh, Wakil Ketua Komnas HAM. Menurut dia, selain
berdampak pada pemindahan penduduk secara paksa, pemberlakuan UU 11/1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan secara eksplisit memberikan
kekebalan hukum bagi perusahaan pertambangan. "Sayangnya kita tidak
mempunyai kewenangan untuk menggugat perusahaan yang tidak mengedepankan
rekomendasi Komnas HAM."
Berdasarkan
monitoring Komnas HAM, praktik pembiaran selalu dilakukan pemerintah terhadap
kasus pelanggaran yang berhubungan dengan lingkungan. Namun, Komnas belum dapat
memastikan apakah pembiaran tersebut sengaja dilakukan. "Lapindo misalnya,
itu sudah terbukti ada unsur pembiaran. Tapi kita belum menemukan itu disengaja
atau tidak," kata Ridha.
Menurut
Ridha, yang pasti industri perkebunan dan sebagainya selalu memicu konflik dan
kekerasan. Apalagi kepentingan pengusaha perkebunan dilindungi oleh pasal-pasal
dalam UU Ketentuan Pokok Pertambangan. "Industri itu ingin menghancurkan
masyarakat. Tapi mereka berlindung di balik undang-undang. Tidak
tersentuh."
Pencegahan Pelanggaran Etika Bisnis
Etika
dikenal sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat yang berguna untuk
mengingatkan setiap anggotanya kepada suatu tindakan yang harus selalu
dilaksanakan. Sedangkan etika di dalam bisnis tentu saja harus disepakati oleh
anggota-anggota pelaku usaha dari berbagai tingkatan usaha yang berada di dalam
kelompok bisnis tersebut serta kelompok-kelompok terkait lainnya. Dua kalimat
penjelasan tersebut sudah cukup menjelaskan bahwa yang namanya etika memiliki
dua poin penting, yaitu tindakan yang teratur dan kesepakatan bersama. setiap
anggota yang ada di dalamnya dan mengambil bagian dalam mencapai suatu
kesepakatan bersama haruslah terus mengingatnya dan melakukan aturan-aturan
tersebut. Demikian juga pada dunia bisnis, setiap pelaku bisnis harus terus
mentaati rambu-rambu tak tertulis tersebut dalam setiap kebijakan usahanya.
Namun tetap saja, hal tersebut masih sangat sulit dilaksanakan. Peraturan
tertulis yang berisikan hukuman apabila melanggarnya saja sudah banyak yang
diabaikan, apalagi sesuatu yang sifatnya hanya suatu kesepakatan dan tidak
memaksa. Itulah yang menyebabkan banyak pelaku bisnis yang terus-menerus meraup
keuntungan tanpa menyadari etika yang ada. Karena itu diperlukan suatu sifat
pengendalian diri dari tiap-tiap pelaku usaha, untuk menahannya untuk bertindak
lebih jauh lagi dalam pencederaan norma-norma yang ada. Diperlukan juga suatu
tanggung jawab sosial agar para pelaku bisnis tersebut merasa wajib untuk
melaksanakan aturan-aturan main di dalam etika tersebut. Pembebanan tanggung
jawab tersebut bisa dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengajak
para pelaku usaha tersebut untuk masuk ke dalam suatu wadah perkumpulan. Dan di
dalam wadah itulah disosialisasikan tentang etika-etika bisnis yang harus
selalu diingat dan dilakukan. Kemudian mengajak mereka untuk bersama-sama
mengemban tanggung jawab yang ada untuk kemajuan bersama. Hal tersebut memang
sulit, namun kita tidak akan mengetahuinya apabila tidak mencobanya.
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan juga dirasakan penting, karena
apabila satu sama lain tidak dapat saling mempercayai maka sudah dapat
dipastikan mereka akan melupakan tanggung jawab sosial yang seharusnya mereka
emban.
Cara terakhir yang dapat ditempuh untuk
mengurangi angka pelaku pelanggaran etika bisnis adalah dengan adanya sebagian
dari etika bisnis yang dituangkan ke dalam suatu hukum positif. Dengan
tertuangnya etika-etika tersebut di dalam suatu aturan tertulis, maka memiliki
kekuatan hukum, dan bersifat memaksa, maka pelaku-pelaku bisnis mau tidak mau
harus mengikuti etika yang telah disepakati bersama tersebut. Tentu dalam hal
ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan
antara semua pihak baik pengusaha, pemerintah, masyarakat, maupun bangsa lain
agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain
berpijak kepada apa yang mereka sendiri inginkan. Artinya adalah kalau ada
pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika
bisnis, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah
bisa diwujudkan. Jadi jelas untuk menghasilkan suatu etika di dalam berbisnis
yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu
pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak
merugikan siapapun dalam perekonomian.